salam

Rabu, 24 November 2010

Andaikata....


Hari itu ada seseorang yang meninggal dunia. Seperti biasanya, jika ada sahabat yang meninggal dunia, Rasulullah pasti menyempatkan diri menghantarkan jenazahnya sampai ke liang lahad. Tidak cukup dengan itu, pada saat pulangnya, Rasulullah menyempatkan diri singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga yang ditinggalkan supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah itu.

Sesampai di rumah sahabat yang baru meninggal itu, Rasulullah bertanya kepada balu yang keluarga itu “Tidakkah suamimu memberi wasiat atau sesuatu sebelum dia meninggal?”

Balu yang masih diliputi kesedihan hanya tertunduk. Esak tangis masih sesekali terdengar dari dirinya. “Aku mendengar ia mengatakan sesuatu di antara hujung nafasnya yang tersekat-sekat. Ketika itu sebelum menjelang ajal, ya Rasulullah.”

Rasulullah tertanya, “Apa yang dikatakannya?”

“Aku tidak tahu, ya Rasulullah. Maksudku, aku tidak mengerti apakah ucapannya itu sekadar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dahsyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit difahami lantaran merupakan kalimah yang tersekat-sekat.”

“Bagaimana bunyinya?” tanya Rasulullah lagi.

Isteri yang setia itu menjawab, “Suamiku mengatakan ‘Andaikata lebih panjang lagi…. Andaikata yang masih baru… Andaikata semuanya….’. Hanya itulah yang tertangkap sehingga aku dan keluargaku bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu hanya igauan dalam keadaan tidak sedar, ataukah pesan-pesan yang tidak selesai….”

Rasulullah tersenyum. Senyum Rasulullah itu membuat balu sahabat menjadi hairan. Kemudian, terdengar Rasulullah berbicara, “Sungguh, apa yang diucapkan suamimu itu tidak keliru.” Beliau diam sejenak. “Jika kalian semua mahu tahu, biarlah aku ceritakan kepada kalian agar tidak lagi kebingungan.”

Sekarang, bukan hanya balu itu saja yang menghadapi Rasulullah. Semua keluarga sahabat itu mengelilingi Rasul akhir zaman itu. Ingin mendengar apa gerangan sebenarnya yang terjadi.

“Kisahnya begini,” Rasulullah memulai. “Pada suatu hari, ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan solat Jumaat. Di tengah jalan ia berjumpa dengan dengan orang buta yang bertujuan sama iaitu hendak pergi ke masjid pula. Si buta itu sendirian teraba-raba karena tidak ada yang menuntunnya. Maka, dengan sabar dan sopan, suamimu yang menuntunnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas yang terakhir, dia menyaksikan pahala amal solehnya itu. Lalu ia pun berkata, ‘Andaikata lebih panjang lagi.’ Maksudnya adalah andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanya akan jauh lebih besar pula.”

Semua anggota keluarga itu sekarang mengangguk-angguk kepalanya. Mulai mengerti sebahagian duduk perkara sebenar. “Terus, kata-katanya yang lain, ya Rasulullah?” tanya balu itu yang semakin penasaran.

Nabi menjawab, “Adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid untuk solat Subuh, cuaca dingin sekali. Di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan. Kebetulan suaminya membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia pun mencabut mantelnya yang lama yang tengah dikenakannya dan diberikan kepada si lelaki tua itu. Menjelang saat-saat kematiannya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, ‘Andaikata yang masih baru yang kuberikan kepadanya, dan bukannya mantelku yang lama yang kuberikan kepadanya, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi.’ Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.”

“Kemudian, ucapan yang ketiga, apa maksudnya ya Rasulullah?” tanya balu itu lagi.

Dengan penuh kesabaran, Rasulullah menjelaskan, “Ingkatkah engkau ketika pada suatu waktu suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Ketika itu engkau segera menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur daging dan mentega. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membahagi rotinya menjadi dua potong. Yang sebelah diberikannya kepada musafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalnya itu.Dia pun menyesal dan berkata, ‘Kalau aku tahu begini hasilnya, musafir itu tidak akan kuberi hanya separuh. Sebab, andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti pahalaku akan berlipat ganda pula.’”

Sekarang, semua anggota keluarga mengerti. Mereka tidak lagi risau dengan apa yang telah terjadi kepada suami dan ayah mereka ketika akan menjelang wafatnya. Kelapangan telah ia dapatkan kerana ia tidak lagi ragu-ragu untuk menolong dan memberi.


#################################################


Semoga Allah menjaga keikhlasan kita, meredhai kita, sentiasa memberikan rezeki kepada kita, memberkahi usaha kita, memudahkan urusan yang kita hadapi, memberikan kesihatan zahir dan batin. Senantiasa tergerak untuk berbuat kebaikan setiap saat dimanapun berada.

Siapakah orangnya yang (mahu) memberikan pinjaman kepada Allah sebagai pinjaman yang baik (yang ikhlas) supaya Allah melipatgandakan balasannya dengan berganda-ganda banyaknya? Dan (ingatlah), Allah jualah Yang menyempit dan Yang meluaskan (pemberian rezeki), dan kepadaNyalah kamu semua dikembalikan.(Al Baqarah: 245)

Siapakah yang dapat memberi keuntungan 700 kali ganda?

Allah berfiman : "Bandingan (derma) orang-orang yang membelanjakan hartanya kepada jalan Allah, ialah sama seperti sebiji benih yang menerbitkan tujuh tangkai; tiap-tiap tangkai itu pula mengadungi seratus biji. Dan (ingatlah), Allah akan melipatgandakan pahala bagi sesiapa yang dihendakiNya, dan Allah Maha Luas (Rahmat) kurniaNya, lagi Meliputi ilmu pengetahuanNya." (Al Baqarah: 261)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Asma'ul Husna

asma ul husna