Imam Az-Zahabi meriwayatkan
kisahnya dari Al Muhtadi Billah Muhammad bin Al -Wathiq, anak kepada khalifah Al -Wathiq dalam kitabnya Siyaru A’laamin Nubalaa’ juz XI :312, ini ceritanya:
Berkata Al Muhtadi Billah
Muhammad bin Al Wathiq: “Dahulu ayahku (Khalifah Al-Wathiq) bila hendak
membunuh seseorang, ia mengajak kami menyaksikannya. Suatu saat dihadapkan
kepadanya seorang lelaki tua yang disemir rambutnya dalam keadaan terikat”.
(Orang tua ini adalah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal Rahimahullah). Ayahku itu
berkata: “Izinkan Abu Abdillah (Ibnu Abi Duad, kuniyahnya sama dengan Imam
Ahmad) beserta para sahabatnya untuk masuk”. Yang dimaksudkan adalah Ibnu Abi
Duad. Perawi berkata: “Maka masuklah orang tua itu (Imam Ahmad)”. Orang itu
berucap: “Assalamu’alaika Yaa Amiral Mukminin”. (semoga keselamatan atas
dirimu). Beliau (Al Watsiq) menjawab: “Laa Sallamallahu ‘Alaika.” (semoga Allah
tidak memberikan keselamatan atas kamu). Lelaki itu membalas: “Sungguh hina
cara kamu memberikan salam. Padahal Allah Ta’ala berfirman (yang beerti):
“Apabila kamu dihormati dengan
suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau
balaslah (dengan yang serupa).” (An Nisaa’ : 86)
Ayahku pun membalas salamnya:
“Waalaikasalam!” balasnya, kemudian berkata kepada Ibnu Abi Duad: “Tanyalah
kepadanya!”
Syaikh itu berkata: “Wahai Amirul
Mukminin, saya dalam keadaan terikat seperti ini, saya mengerjakan solat
dalam penjara dengan bertayamum, saya
tidak diberi air. Lepaskanlah dahulu ikatan saya ini dan berilah saya air agar
saya dapat bersuci dan mengerjakan solat setelah itu tanyalah apa yang ingin
ditanyakan padaku.”
Lalu ayahku memerintahkan para
pengawal agar melepas ikatannya dan memberinya air. Imam Ahmad berwudhu lalu
mengerjakan solat. Kemudian ayahku berkata kepada Ibnu Abi Duad: “Tanyalah
kepadanya!”
Ibnu Abi Duad berkata: “ Lelaki
itu (Imam Ahmad) pandai berkata-kata.”
Maka ayahku berkata: “Ajaklah ia
bicara.”
Ibnu Abi Duad bertanya: “ Apakah
pendapatmu mengenai Al Qur’an?”
Lelaki tua itu menjawab: “Dia
tidak bersikap adil terhadapku. Aku yang seharusnya bertanya.”
Ayahku (Al Wathiq) berkata:
“Tanyalah kepada Ibnu Abi Duad.”
Lelaki itu bertanya: “Apakah
pendapatmu mengenai Al Qur’an?”
Ibnu Abi Duad menjawab: “Al
Qur’an itu makhluk (bukan kalam Illahi)!”
Syaikh (lelaki tua) itu bertanya
lagi: “Apakah ucapan itu adalah sesuatu yang sudah diketahui oleh Rasulullah
Shalallahu Alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar dan Al Khulafa’ Ar Rasyidun yang
lain atau belum?”
Ibnu Abi Duad menjawab: ”Belum.”
Lelaki itu berkata: “Maha Suci
Allah, sesuatu (masalah agama) yang tidak diketahui Nabi, namun kamu
mengetahuinya?!”
Ibnu Abi Duad menjadi malu. Lalu
ia berkata: “Beri aku kesempatan lagi!”
Lelaki tua itu berkata lagi:
“Pertanyaannya tetap sama.”
Ibnu Abi Duad menjawab: “Ya,
mereka telah mengetahuinya.”
Lelaki tua itu bertanya lagi:
“Mereka mengetahuinya, namun tidak mendakwahkannya kepada manusia?”
Ibnu Abi Duad menjawab: “Benar”.
Lelaki tua itu bertanya lagi:
“Apakah yang cukup bagi mereka lakukan tidak cukup bagimu?”
Syaikh itu berkata lagi : “Suatu
perkara yang tidak didakwahkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam
,tidak pula Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiallahu anhum, lalu kamu mendakwahkannya
kepada umat manusia?? Tidak boleh tidak
kamu harus berkata: ”Mereka (Para shahabat) mengetahuinya atau mereka tidak
mengetahuinya”. Jika kamu katakan : ”Mereka mengetahuinya! Namun mereka tidak
menyuarakannya, maka cukuplah bagi kita semua apa yang telah cukup bagi mereka,
iaitu tidak menyuarakannya!! Jika kamu
katakan: ”Mereka tidak mengetahuinya! Tetapi sayalah yang mengetahuinya! Maka
sungguh celaka kamu ini!! Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dan para
khulafa-ur Rasyidin radhiallahu anhum tidak mengetahuinya sementara kamu dan sahabat-sahabat
kamu mengetahuinya!!”
Al Muhtadi berkata: ”Aku lihat
ayahku langsung berdiri dan masuk ke dalam taman, ia tertawa sambil menutup
wajahnya dengan bajunya dan berkata: ”Benar juga, tidak boleh tidak, kita harus
mengatakan: ”Mereka mengetahuinya atau mereka tidak mengetahuinya”. Jika kita
katakan: ”Mereka mengetahuinya! Namun mereka tidak menyuarakannya, maka cukuplah
bagi kita semua apa yang telah cukup bagi mereka, iaitu tidak menyuarakannya!
Jika kita katakan: “Mereka TIDAK mengetahuinya! Kamulah yang mengetahuinya,
maka sungguh celaka kita ini!! Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dan para
Khulafa-ur Rasyidin radhiallahu anhum tidak mengetahuinya sementara kamu dan
sahabat kamu mengetahuinya?!”
Kemudian ayahku berkata: ”Hai
Ahmad!”
“Laabaika!“, Jawabnya. (Imam
Ahmad bin Hambal)
“Bukan kamu yang saya
maksudkan,tapi Ahmad bin Abi Duad!”, sahut ayahku.
Maka Ibnu Abi Duad pun segera
mendatanginya, ayahku berkata: ”Berilah Syaikh ini nafkah dan keluarkanlah dari
negeri kita!”
[Dalam riwayat as Siyaar: ”Beliau
lalu menyuruh orang membuka ikatan lelaki tua itu dan memberikan kepadanya 400
dinar,lalu membenarkannya pulang. Semenjak itu Ibnu Abi Duad dipandang sebelah
mata oleh Khalifah Al Watsiq, dan setelah itu ayahku tidak pernah menguji orang
dengan keyakinan sesat tersebut.]
Dalam riwayat lain: Al Muhtadi
berkata: saya pun bertaubat dari pegangan yang sesat tersebut dan saya kira
semenjak saat itu ayah saya pun bertaubat darinya”
(Imam Adz Dzahabi meriwayatkan
kisah ini dari Al Muhtadi Billah Muhammad bin Al Wathiq, anak kepada khalifah Al
Wathiq di kitabnya Siyaru A’laamin Nubalaa’ juz XI :312)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan